Jumat, 31 Desember 2010

Andraku Juga Terlambat Bicara

Pengalaman memiliki putri yang di usia awal kehidupannya didiagnosis mengalami Gangguan Bahasa Ekspresif (GBE) membuatku lebih santai ketika putra keduaku Andra juga mengalami keterlambatan dalam aspek bicara dan bahasanya, karena GBE sendiri juga disebabkan oleh faktor genetic atau diturunkan. Menurutku saat itu, Andra masih lebih baik aspek bicaranya dibandingkan Raya karena pada usia 7 bulanan Andra melewati tahapan ‘babbling’, sedangkan Raya tidak babbling sama sekali. Perilaku ‘santai’ ku itu yang akhirnya sangat kusesali, karena setelah melewati usia 18 bulan, babblingnya berhenti dan bukannya berubah menjadi kata-kata bermakna, tapi justru menghilang sama sekali …tidak ada kata atau suara, hanya sedikit gumaman yang sesekali keluar dari mulut mungilnya.
Maheswara Aryandra Rahman, usia 12 bulan
 Berbeda dengan Raya, Andra tidak selalu menengok atau melihat ketika namanya dipanggil, kontak matanya sangat minim dan lebih senang main sendiri, walaupun ketika diajak main oleh kakaknya dia masih memberikan sedikit respon interaksi.
Sama seperti Raya, akhirnya Andra di bawa ke dokter spesialis syaraf anak pada usia  20 bulan, dan diagnosis yang muncul saat itu adalah Global Developmental Delay (GDD). Selama proses observasi Andra sangat tidak kooperatif dan melakukan banyak sekali  penolakan terhadap instruksi, beberapa mungkin karena ia memang tidak paham instruksinya. Diagnosis GDD muncul karena Andra mengalami keterlambatan di 2 aspek perkembangan yaitu bahasa dan interaksi.
Aspek bahasa terdiri dari 2 bagian yaitu kemampuan bahasa ekspresif dan bahasa reseptif (pemahaman), untuk aspek bahasa ekspresif Andra jelas tertinggal karena belum bisa berbicara sama sekali, sedangkan untuk bahasa reseptifnya seringkali Andra menolak untuk melakukan apa yang diminta, atau mungkin juga dia memang benar2 tidak paham untuk melakukan apa yang diminta. Komunikasi yang terjadi ketika dia menginginkan sesuatu adalah dengan gesture tubuhnya, menarik tangan dan menunjukkan apa yang dia inginkan.
Ketika dipanggil namanya, seringkali Andra tidak menoleh walaupun ketika mendengarkan musik tak jarang juga ia berjoget menggoyang2kan tubuhnya. Tetapi untuk lebih meyakinkan apakah Andra memiliki gangguan pendengaran atau tidak, Andra melakukan serangkaian test pendengaran (OAT/BERA) dan hasilnya normal, pendengarannya baik dan positif tidak ada gangguan pendengaran. Saat ini Andra masih terus mengikuti terapi perilaku dan terapi wicara.
Terapi perilaku di lakukan untuk :
  • Membuat Andra lebih aware terhadap instruksi2 sederhana dan lingkungan sekitarnya
  • Mengajarkan cara dan terus memotivasi Andra untuk berkomunikasi 2 arah.
  • Mengurangi perilaku penolakannya yang terhadap arahan
  • Mengurangi perilaku mal adaptifnya, seperti membentur2kan kepalanya (head banging) ke tembok atau lantai ketika marah.
  • Mengajarkan cara memainkan mainan sesuai fungsi
  • Dll
Terapi  Wicara dilakukan untuk :
  • Melatih oral motor
  • Melatih persepsi bunyi
  • Dll
Maheswara Aryandra Rahman, usia 24 bulan
 Kedua bentuk terapi ini harus dijalankan secara bersamaan dan juga berkesinambungan dengan aktivitas sehari2 di rumah. Setahun berlalu sejak Andraku didiagnosis GDD, berbagai upaya dan intervensi telah dilakukan untuk membuatnya lebih baik… Andraku masih belum bisa berbahasa seperti anak-anak seusianya.. tetapi sekarang ia sudah mulai bisa mengucapkan bubu, babap, kaka, boa (untuk bola), jejah (untuk gajah), kuwa-kuwa (untuk kura2) dan beberapa kata lainnya, walaupun target perkembangan bicara bahasanya masih sangat jauh di bawah…tapi aku tidak akan pernah menyerah dan berhenti berusaha…   i”ll do anything for you son, whatever it takes ….

    Kamis, 09 Desember 2010

    Toilet Training

     Toileting adalah kemampuan bantu diri dalam hal kebersihan diri (termasuk mandi, menggosok gigi, keramas, BAK dan BAB) yang harus mulai diajarkan kepada anak sedini mungkin. Tetapi biasanya yang dirasa paling urgent adalah kemampuan bantu diri untuk dapat BAK dan BAB. Untuk dapat melakukan toilet training, (khusus BAK dan BAB) ada beberapa hal yang harus dipenuhi, seperti  : 
    Anak sudah harus mampu berkomunikasi dengan orang lain ( bisa dalam bentuk bicara ataupun gesture tubuh)    
     Anak sudah memiliki kesadaran (awareness) terhadap kebutuhannya untuk buang air kecil (BAK) dan atau buang air besar (BAB)
      Kemampuan toileting secara mandiri bukanlah hal yang instant, melainkan memerlukan proses yang terus menerus.
      Toilet training bisa diajarkan baik di rumah, di tempat terapi, atau dimanapun juga tetapi kemampuan ini dapat diajarkan ketika kebutuhan untuk BAK/BAB tersebut muncul. Anak berada di tempat terapi hanya 1 jam, dan ketika kebutuhan untuk toiletingnya sedang tidak muncul maka akan sangat sulit sekali untuk mengajarkan toilet training Sebaliknya anak tersebut selama 23 jam berada di rumah dan kebutuhan untuk toiletingnya pasti akan lebih sering muncul, sehingga kesempatan untuk melatih toilet trainingnya juga akan lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran toilet training akan lebih efektif untuk diajarkan di rumah, ketika kebutuhannya untuk BAB/BAK nya muncul.
      Tahapan mengajarkan toilet training sbb :
      • Hafalkan atau catat waktu-waktu anak buang air kecil, misalnya ketika bangun tidur, ketika bangun siang, ketika sebelum tidur malam, atau ketika frekuensi minumnya sangat banyak. Mendekati waktu-waktu buang air kecilnya, bawa anak ke kamar mandi untuk buang air di toilet lalu tunggu hingga anak benar benar buang air kecil. Hal ini untuk membangun kebiasaan bahwa jika anak ingin buang air, ia harus pergi ke toilet.
      •  Jangan memakai diapers, biarkan anak merasakan sensasi mengompol (merasakan tidak nyaman karena celananya basah). Diharapkan, pada akhirnya anak mau mengkomunikasikan keinginannya untuk buang air kecil. karena ketika terus menerus memakai diapers anak terbiasa untuk tidak mengkomunikasikan keinginannya  dan tidak muncul kebutuhannya untuk pergi ke toilet saat ingin buang air kecil.
      • Awal pengajaran, biasanya anak sulit untuk kooperatif, patuh, banyak menolak (tantrum, menangis, mengamuk) ketika akan diajarkan untuk toilet training, namun hal ini perlu terus diajarkan.  Berikan pujian saat ia mau BAB/BAK di kamar mandi.  Jika ia masih BAB/BAK dimana saja, tetap ajak ia ke toilet dan membersihkan diri di toilet.  Cerita-cerita atau dongeng mengenai BAB/BAK di toilet juga dapat diberikan ketika kita membantu anak membersihkan dirinya di toilet.